Tampilkan postingan dengan label Cerita Dewasa Sedarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Dewasa Sedarah. Tampilkan semua postingan

Mertuaku Memang Pejantan Tangguh

http://www.cytotectablets.com/2015/10/obat-telat-bulan-cytotex-gastrul.html

Mertuaku memang pejantan tangguh
Namaku Novianti. Usiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri. Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu. Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat. “Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku. “Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….” “Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika. Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur. Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan. Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata… dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan. “Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu. Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur. Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi. Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan hati-hati kutawarkan hal itu kepadanya. “Yahh… biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya. Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu…. Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang ****** orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku. “Ooooohhh…..sssshhhh…..Nov iii…eee..eeena aak. .. betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga… sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis. Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat? Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku. Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara ****** itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya. Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa ……aaauugghhh hhhh hh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang ****** mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya. Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh……. !!!” “Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti. Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek. “Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya.. .yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!” “Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin ****** ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!” Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu. Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera. “Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan ****** mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, ****** mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat ****** mertuaku keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan. Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku. “Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku. Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaak kkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya. “Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru. “Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi. “Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku. Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi. Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma. Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi. “Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouug ghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan. Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian hari.

Goyangan Binal Ibu Mertua

http://buka-video.blogspot.co.id/


Goyangan Binal Ibu Mertua
Berita tentang rencana acara peringatan tiga tahun meninggalnya almarhum ayah mertuaku yang disampaikan Rosyid saudara istriku dari kampung, tidak terlalu mengejutkan. Karena aku dan istriku Marni telah memperhitungkan sebelumnya hingga sudah menyiapkan anggaran untuk keperluan kegiatan itu guna membantu ibu mertuaku. Namun yang membuatku terkejut, sebelum pulang Rosyid menyeretku dan berbisik memberitahu bahwa di kampung belakangan santer beredar isu bahwa ibu mertuaku ada main dengan Barnas, tukang ojek warga setempat. "Saya kira Barnas hanya mengincar duitnya Bude Amah (nama ibu mertuaku Salamah). Bude kan sudah tua, masa sih Kang Barnas mau kalau nggak ngincar uangnya," kata Rosyid, saat aku mengantar dia keluar rumah dan tidak ada Marni di dekat kami. Menurut Rosyid, ia menyampaikan itu agar aku jangan kaget jika mendengarnya. Juga diharapkan dapat mengingatkan ibu mertuaku. Karena menurut Rosyid, warga kampung sudah geregetan dan berniat menggerebeknya kalau sampai ketahuan. "Terima kasih informasinya Sid. Saya akan mencoba mengingatkan ibu kalau ada saat yang tepat. Saya nanti pulang sendiri ke kampung karena kehamilan Marni sudah hampir memasuki bulan ke sembilan," ujarku sebelum Rosyid pergi dengan sepeda motornya. Kabar perselingkuhan ibu mertuaku dengan tukang ojek itulah yang membuatku banyak termenung dalam bus yang membawaku dari Jakarta menuju ke desa di sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Seperti halnya Rosyid, aku juga tidak habis pikir kenapa ibu mertuaku sampai terlibat selingkuh dengan Barnas. Sebagai bekas istri Sekdes dan tergolong orang berada di kampungnya, ibu mertuaku termasuk pandai merawat diri di samping tergolong lumayan cantik. Maka meskipun usianya telah 52 tahun, masih nampak sisa-sisa kecantikannya. Wanita berkulit bersih itu juga bisa dibilang masih menyimpan pesona untuk membangkitkan hasrat lelaki. Jadi tidak benar anggapan Rosyid bahwa ibu mertuaku tidak menarik lagi bagi laki-laki. Bagian pantat dan busungan buah dadanya memang masih menantang. Aku tahu itu karena ibu mertuaku sering hanya mengenakan kutang dan menutup tubuhnya dengan balutan kain panjang saat di dalam rumah. Bagian dari tubuh ibu mertuaku yang sudah kurang menarik hanya pada bagian perutnya. Seperti kebanyakan wanita seusia dia, perutnya sudah tidak rata. Juga lipatan yang sudah mulai muncul di bagian leher dan kelopak matanya. Namun untuk bagian tubuh yang lainnya, sungguh masih mampu membuat jakunku turun naik. Kakinya yang panjang, betisnya masih membentuk bulir padi dengan paha yang mulus dan membulat kekar. Dadanya juga sangat montok. Entah kalau soal masih kenyal dan tidaknya. Aku sendiri suka ngiler karena tetek istriku tak sebesar punya ibunya itu di samping kulit istriku tak secerah kulit ibunya. Pernah ketika ibu berkunjung dan menginap beberapa lama di rumahku, aku nyaris gelap mata. Saat itu Marni istriku baru melahirkan anak pertamanya. Ibu sengaja datang dan tinggal cukup lama untuk menggantikan peran Marni mengurus dapur. Saat tinggal di rumahku, kebiasaan ibu mertuaku di desa yang hanya mengenakan kutang dan membalut tubuh bagian bawah dengan kain panjang saat di rumah, tetap dilakukannya. Alasannya, Jakarta sangat panas hingga ia merasa lebih nyaman berbusana ala Tarzan seperti itu. Sebenarnya tidak ada masalah, karena ibu mertuaku hanya berpakaian seperti itu saat ada di dalam rumah. Namun khusus bagiku saat itu jadi terasa menyiksa. Betapa tidak, sementara harus berpuasa syahwat karena istri yang tidak bisa melayani selama 40 hari setelah melahirkan sementara setiap saat aku seolah disodori pemandangan menggiurkan penampilan ibu mertuaku. Apalgi ibu mertuaku tanpa merasa risi sering berpakaian setengah telanjang memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya yang masih merangsang di hadapanku. Bahkan kutang yang dipakainya kerap tampak kekecilan hingga susunya yang besar tidak bisa muat sepenuhnya terbungkus kutang yang dipakainya. Aku jadi tersiksa, terpanggang oleh nafsu yang tak tersalurkan. Aku bahkan pernah gelap mata dan nyaris nekad. Malam itu, saat hendak buang air kecil ke kamar mandi, aku sempat berpapasan dengan ibu mertuaku yang juga baru dari kamar mandi. Namun yang membuat mataku melotot, ia keluar dari kamar mandi nyaris bugil. Hanya mengenakan BH, sementara kain panjang yang biasa dipakainya belum dilitkan di tubuhnya. Mungkin ia mengira semua orang sudah tidur. Bahkan dengan santainya, sambil jalan digunakannya kain panjang itu untuk mengelap bagian bawah tubuhnya yang basah. Terutama di selangkangannya untuk mengelap memeknya yang baru tersiram air. "Ee..ee.. kamu belum tidur Win?," katanya tergagap ketika menyadari kehadiranku. "Be.. be.. belum Bu. Saya mau ke kamar mandi dulu," ujarku sambil memelototi tubuh telanjangnya itu. Ia jadi tersipu ketika merasa sorot mata menantunya terarah ke selangkangannya. Ia berusaha dengan susah-payah melilitkan kain panjangnya untuk menutupi bagian tubuhnya itu. Lalu bergegas menuju ke kamarnya. Namun sebelum masuk ke kamar ia sempat berpaling dan melempar senyum padaku. Senyum yang sangat sulit kuartikan. Jadilah malam itu menjadi malam yang sangat menyiksa. Sebab kendati sepintas aku sempat melihat kemulusan pahanya serta memeknya yang berjembut lebat serta pinggul dan pantatnya yang besar. Akibatnya kejantananku yang sudah hampir setengah bulan tak mendapatkan penyaluran langsung berdiri mengacung dan tak mau ditidurkan. Kalau tidak menimbang bahwa dia adalah ibu dari wanita yang kini menjadi istriku dan nenek dari anakku, rasanya aku nyaris nekad mengetuk pintu kamarnya. Sebab dari senyumnya sepertinya ia memberi peluang. Dan aku sangat yakin di usianya yang telah 52 tahun ia masih memiliki hasrat untuk disentuh laki-laki. Untuk meredakan ketegangan yang sudah naik ke ubun-ubun, malam itu aku menyalurkan sendiri hasrat seksualku dengan beronani. Aku mengocok di kamar mandi sambil membayangkan nikmatnya meremasi tetek besar ibu mertuaku serta menancapkan kontolku ke lubang memeknya yang berbulu sangat lebat. Cerita soal ibu mertuaku yang terlibat perselingkuhan dengan tukang ojek, ternyata bukan isapan jempol. Itu kutahu setelah sampai di kampungku. Aku mendapatkan kepastian itu dari Ridwan, temanku yang menjadi guru di salah satu SD di kampungku. Aku memang sempat mampir ke rumahnya sebelum ke rumah ibu mertuaku. "Kalau mungkin setelah acara peringatan almarhum ayah mertuamu, sebaiknya Bu Amah kamu ajak saja ke Jakarta Win. Jadi tidak menjadi aib keluarga. Soalnya orang-orang sudah mulai menggunjingkan," kata dia saat aku berpamitan. Kuakui saran Ridwan memang sangat tepat. Tetapi kalau ibu mertuaku menolak, rasanya sulit juga untuk memaksanya. Untuk berterus terang bahwa sudah banyak warga kampung yang tahu bahwa ibu mertuaku berselingkuh dengan Barnas dan warga berniat menggerebeknya, ah rasanya sangat tidak pantas mengingat kedudukanku sebagai menantu. Setelah berpikir keras dalam perjalanan ke rumah ibu mertuaku, kutemukan sebuah solusi. Bahkan ketika aku mulai memikirkan langkah-langkah yang akan kulakukan, tak terasa batang penisku jadi menegang. Hingga aku segera bergegas agar segera sampai ke rumah dan tidak kemalaman. Aku takut ibu mertuaku sudah tidur dan tidak bisa menjalankan siasatku. Ternyata ibu mertuaku belum tidur dan ia sendiri yang membukakan saat aku mengetuk pintu. Seperti biasa setelah kucium tangannya, ibu langsung memelukku. Namun berbeda dari biasanya, pelukan ibu mertuaku yang biasanya kusambut biasa-biasa saja tanpa perasaan kali ini sangat kunikmati. Bahkan kudekap erat hingga tubuhnya benar-benar merapat ke tubuhku. Seperti biasa ia hanya memakai kutang dan melilitkan kain panjang di pinggangnya. Saat kupeluk buah dadanya terasa menekan lembut ke dadaku. Teteknya yang besar masih lumayan kenyal, begitu aku membathin sambil tetap memeluknya. Bahkan dengan sengaja aku sempat mengusap-usap punggungnya dan mukaku sengaja kudekatkan hingga pipiku dan pipinya saling menempel. Tidak hanya itu, aku yang memang punya rencana tersendiri, sengaja mencoba memancing reaksinya. Puas merabai kehalusan kulit punggungnya, tanganku meliar turun. Ke pinggangnya dan terus ke bokongnya yang terbalut lilitan kain panjang. Tampaknya ibu mertuaku tidak memakai celana dalam. Karena tidak kurasakan adanya pakaian dalam yang dikenakan. Namun yang membuatku makin terangsang, pantat besar ibu mertuaku ternyata masih cukup liat dan padat. Ah, pantas saja Barnas mau menjadi pasangan selingkuhnya. Rupanya Barnas punya selera yang bagus juga pada tubuh perempuan, pikirku kembali membathin. Entah tidak menyadari atau menikmati yang tengah kulakukan, ibu mertuaku tidak memprotes saat tanganku mulai meremasi bongkahan pantatnya. Namun setelah beberapa lama akhirnya ia bereaksi. "Uu... udah Win nggak enak kalau ketahuan si mbok. Ia belum tidur, masih bersih-bersih di dapur," ujarnya. "I.ii.. iya Bu. Maaf saya kangen banget sama ibu," "Marni dan Rafi nggak ikut Win?," kata ibu mertuaku. Kukatakan padanya kehamilan Marni sudah masuk ke hitungan sembilan bulan dan Rafi sering rewel kalau berpergian jauh tanpa ibunya jadi mereka tidak ikut pulang. "Ohh... ya nggak apa-apa. Manto (adik istriku) juga katanya tidak bisa datang. Dia cuma kirim wesel," ujarnya lagi. Oleh ibu aku diantar ke kamar yang biasa kupakai bersama Marni saat pulang kampung. Namun saat ia menyuruhku mandi, kukatakan bahwa tubuhku agak meriang. "Oh.. biar si mbok ibu suruh merebus air untuk kamu mandi biar seger. Sudah kamu tiduran saja dulu. Kalau mau nanti ibu pijitin dan dibalur dengan minyak dan bawang merah ditambah balsem gosok setelah mandi biar hilang masuk anginnya," katanya sambil bergegas keluar dari kamar. Saat ia melangkah pergi, kupandangi goyangan pantat besarnya yang tercetak oleh lilitan kain panjang yang dipakainya. Pantat yang masih padat dan liat. Perutnya memang mulai sedikit membuncit. Maklum karena usianya sudah tidak muda lagi. Namun dengan posturnya yang tinggi besar kekurangannya di bagian perut itu dapat tertutupi. Melihatnya gairahku makin tak tertahan. Usai mandi dan makan malam, aku pamit pada ibu mertuaku untuk masuk kamar. Tetapi sambil jalan aku kembali berpura-pura seperti orang yang tengah tidak enak badan. Maksudku untuk mengingatkan ibu mertuaku perihal tawarannya untuk memijiti tubuhku. Dan benar saja, melihat aku memegangi kepalaku yang sebenarnya tidak pusing dia langsung tanggap. "Oh ya mbok, tolong ambilkan minyak goreng, bawang merah dan balsem untuk memijit Nak Win. Sesudah itu si mbok tidur saja istirahat karena besok harus siap-siap masak," perintah ibu mertuaku pada Mbok Dar, pembantu yang sudah lama ikut keluarga istriku. Tidak lebih dari lima menit, ibu mertua menyusulku masuk kamar membawa piring kecil berisi minyak goreng, irisan bawang merah dan uang logam serta balsem gosok. "Katanya mau dipijit. Ayo buka kaos dan sarungnya. Kalau dibiarkan bisa tambah parah masuk anginnya," ujarnya setelah duduk di tepian ranjang tempat aku tiduran. Saat itu aku hanya memakai celana dalam tipis di balik sarung yang kupakai. Maka setelah sarung dan kaos kulepas, seperti halnya ibu mertuaku yang hanya memakai kutang dan membalut tubuh dengan kain panjang, tinggal celana dalam tipis yang masih melekat di tubuhku. Sepintas kulihat mata ibu mertuaku menatapi tonjolan yang tercetak di celana dalamku. Sejak memeluk dan meremas pantat ibu mertuaku serta merasakan busungan buah dadanya menempel di dadaku, penisku memang mulai bangkit. Kuyakin batang kontolku itulah yang tengah menjadi perhatiannya. Boleh jadi ia mengagumi batang kontolku yang memang ukurannya tergolong panjang dan kekar. Atau tengah membandingkan dengan milik Barnas? Kembali aku membatin. Ia memang tidak menatapi secara langsung ke selangknganku. Tetapi sambil mencampurkan bawang merah, minyak dan balsem di piring untuk dibalurkan di tubuhku sebelum dipijat, sesekali ia mencuri pandang. Aku makin yakin bahwa gairahnya dalam urusan ranjang memang masih belum padam. Dan karena lirikan mata ibu yang sering tertuju ke selangkanganku itulah aku menjadi makin berani melaksanakan siasat yang telah kurencanakan. "Bu sebenarnya saya nggak meriang. Saya hanya ingin ngoborol berdua dengan ibu karena kangen dan ada yang ingin disampaikan," ujarku akhirnya. Ibu mertuaku tampak kaget. Ia yang tadinya hendak membalurkan campuran balsem, minyak kelapa dan bawang merah ke dadaku diurungkannya dan menatapku penuh tanda tanya. Bahkan terlihat makin panik ketika kukatakan bahwa yang ingin kuketahui adalah soal hubungannya dengan Barnas, pria yang berprofesi sebagai pengojek termasuk soal kegeraman masyarakat yang ingin menangkap basah ibu dan selingkuhannya itu. Takut piring kecil berisi ramuan untuk urut yang dipegangnya tumpah karena kekagetannya, segera kuambil alih. Sambil bangkit dari tidur, kuugenggam tangan ibu mertuaku setelah piringnya kutaruh di meja kecil dekat tempat tidur. "Ibu ceritakan saja sejujurnya pada saya biar nanti kalau sampai Marni tahu saya bisa membantu menjelaskan dan memberinya pengertian," kataku. "Jangan Win, tolong jangan. Jangan sampai Mirna tahu soal ini. Dia belum tahu kan?" Ibu mertuaku menghiba. Ia tampak makin panik. "Belum Bu. Hanya saya yang tahu dari orang-orang. Makanya ibu ceritakan saja semuanya. Ibu benar-benar serius hubungannya dengan Barnas?" Setelah kudesak dan kuyakinkan bahwa aku tidak akan menceritakannya pada Marni, ia akhirnya bercerita. Menurutnya, ia sampai berhubungan dengan Barnas karena iseng dan kesepian. Setelah mencobanya sekali, menurut pengakuan ibu mertuaku, sebenarnya ia tidak berniat mengulangnya lagi. Takut menjadi gunjingan masyarakat. Tetapi di setiap kesempatan Barnas sering datang dan mendesak. Bahkan mengancam akan menceritakan kepada orang-orang bila ibu mertuaku tidak melayaninya. Hingga sudah tiga kali terpaksa ibu mertuaku melayani Barnas. "Setelah bapaknya Marni tidak ada ibu sering kesepian Win. Sampai akhirnya ibu khilaf," ujarnya. "Kalau dengan Pak Lurah, hubungannya sejauh mana Bu," Aku mempertanyakan itu karena selain dengan Barnas ada pula kabar miring yang kudengar dari teman di kampung, Pak Lurah juga sering bertandang ke rumah ibu mertuaku. Namun kabar miring itu ditepisnya tegas-tegas oleh ibu mertuaku. Ia mengakui beberapa kali Pak Lurah datang ke rumah. Bahkan pernah mengajaknya untuk menikah siri atau menikah tidak resmi. Tetapi menurut ibu mertuaku, ia dengan tegas telah menolaknya hingga akhirnya tidak pernah datang lagi. "Ibu memang cantik dan sexy sih. Saya saja suka nggak tahan kalau melihat ibu," kataku mencoba memancing. "Huussh.. ngomong apa kamu Win. Ibu kan sudah tua," "Eeh bener lho Bu. Ingat nggak waktu saya memergoki ibu malam-malam keluar dari kamar mandi dan sempat melihat i.. itunya Ibu?" Kuceritakan pada ibu mertuaku bahwa saat itu aku benar-benar sangat terangsang. Bahkan nyaris nekad menyusul ibu ke kamar. Namun karena takut ibu menolak, akhirnya kuurungan. Hanya di kamar, sampai pagi aku tidak bisa tidur karena hasrat yang tak terlampiaskan. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Menurutnya, saat itu ia memiliki perasaan serupa karena gairahnya juga lagi tinggi. "Kalau saat itu kamu nekad masuk kemar pasti kejadian deh," ungkapnya. Pengakuannya itu mendorongku bertindak nekad. Kulingkarkan tanganku ke pundaknya dan kukecup lembut pipi ibu mertuaku. Ia agak kaget dengan tindakan nekadku itu namun tidak berusaha menolak. "Kalau begitu sekarang saja ya Bu. Saya pengin banget,' kataku berbisik di telinganya. "Ta.. ta.. tapi Win," Tetapi ibu mertuaku tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena mulutnya langsung kusumbat dan kulumat dengan mulutku. Ia sempat gelagapan. Namun ia yang awalnya hanya diam atas serangan mendadak yang kulancarkan, akhirnya memberi perlawanan saat lidahku mulai kujulurkan menyapu di seputar rongga mulutnya. Ia juga ikut melumat dan menghisap bibirku. Sambil terus melumat bibirnya, aku makin berani untuk bertindak lebih jauh. Kuremas teteknya yang masih terbungkus BH warna hitam. Namun karena kurang puas, tanganku merogoh untuk meremas langsung gunung kembarnya. Payudaranya ternyata sudah agak kendur. Hanya ukurannya benar-benar mantap. Bahkan lebih besar dibanding susu Marni meski dia sedang mengandung. Putingnya juga besar dan menonjol. Aku jadi makin gemas untuk terus meremas dan memain-mainkan pentil-pentilnya. Ibu mertuaku menggelinjang dan mendesah. Bahkan tanpa kuminta dilepaskannya pengait pada BH yang dipakainya hingga penutup buah dadanya terlepas. Aku jadi makin leluasa untuk terus meremasi teteknya. "Tetek ibu udah kendor ya Win?" kata ibu mertuaku lirih. "Ah nggak. Tetek ibu besar dan mantep. Saya sangat suka tetek ibu. Ngegemesin banget," "Punya Marni juga besar kan?" "Tapi masih kalah besar di banding punya ibu ini," kataku sambil meremas gemas dan membuat ibu mertuaku memekik tertahan. Mertuaku yang semula pasif menyandar ke tubuhku sambil menikmati belaian dan remasan tanganku di teteknya, kian terbangkitkan hasratnya. Tangannya mulai menjalar dan menyentuh kontolku. Mengelus dan meraba meski masih dari luar celana dalam yang kupakai. Mungkin ia sudah kebelet ingin menggenggam dan melihat penisku. Aku membantunya dengan memelorotkan celana dalamku. Benar saja, setelah terlepas ibu mertuaku langsung meraih batang zakarku. Mengelus kepala penisnya yang membonggol dan mengocok-ngocoknya perlahan batangnya. Tampaknya dia benar-benar ahli untuk urusan memanjakan pria. Bahkan biji-biji pelir kontolku diusap-usapnya perlahan. Sambil menikmati kocokannya, kulepas lilitan kain panjang yang membungkus tubuh ibu mertuaku. Tidak terlalu sulit karena ia hanya melilitkan dan menggulungkannya di atas pusarnya. Sekali tarik langsung terlepas. Dugaanku tidak keliru. Ia tidak memakai celana dalam di balik kain panjang yang dipakainya. Wow memeknya terlihat sangat membukit di antara kedua pangkal pahanya. Aku yang sudah dua bulan puasa karena perut Marni yang makin membesar akibat kehamilannya menjadi tidak sabar untuk segera menyentuhnya. KUbaringkan tubuh ibu mertuaku lalu aku mengambil posisi berbaring dengan arah berlawanan. Maksudnya agar aku bisa leluasa menjangkau memeknya dan ibu tetap bisa bermain-main dengan kontolku. Bukan cuma tetek Marni yang kalah besar dengan milik ibunya. Dari segi ukuran dan ketebalannya, memek mertuaku juga lebih unggul. Mantap dan menawarkan kehangatan yang menantang untuk direguk. Aku langsung mengecup dan mencerucupi inchi demi inchi organ vital milik ibu mertuaku. Menjilatinya mulai lipatan bagian dalam pahanya hingga ke bagian yang membukit dan ke celahnya yang hangat dan sudah mulai basah. Ibu tak mau kalah. Kurasakan biji-biji pelirku dijilati dan dicerucupi serta dikulumnya. Tubuhku mengejang menahan kenikmatan yang tengah diberikan ibu mertuaku. Meski harus setengah dipaksa, Marni memang sering mengulum penisku sebelum bersetubuh. Namun yang dilakukan ibu mertuaku dengan mulutnya pada penisku sangat menggetarkan. Kalau terlalu lama pertahananku bisa jebol dan KO sebelum dapat memberi kepuasan kepada ibu mertuaku. Aku tidak mau ibu mertuaku menyangsikan kejantananku. Apalagi di perselingkuhan pertama kami. Untuk mengimbangi permainannya, lidahku kubenamkan dalam-dalam di lubang memeknya dan mulai mencongkel-congkel itilnya. Tubuh ibu mertuaku tergetar ketika ujung kelentitnya kukulum dan kuhisap-hisap dengan mulutku. Kudengar ia mulai mengerang tertahan. Ia membuka lebar-lebar pahanya dan menghentikan jilatan serta kulumannya pada kontolku. Rupanya ibu mulai menikmati permainan mulutku di liang sanggamanya. Itilnya makin menyembul keluar akibat pososi pahanya yang makin mengangkang. Makin kuintensifkan fokus permainanku pada kelentitnya. Kukecupi, kuhisap dan kutarik-tarik itilnya dengan bibirku. "Aakkhhhh.... ssshh aahhhkkkhh enak bangat Win. Kamu apakan itil ibu Win. Aakkkhh... aakhhhh... aaaaaahhhhh," Rintihan dan erangan ibu makin menjadi. Bahkan sesekali terlontar kata-kata jorok dari mulutnya. Bisa-bisa Mbok Darmi, pembantu ibu mertuaku yang tidur di belakang mendengar dan menaruh curiga. Maka langsung kutindih tubuh ibu dan kusumbat mulutnya dengan mulutku. Lalu dengan tanganku, kuarahkan kontolku ke liang sanggamanya. Kugesek-gesekkan kepalanya di bibir luar memeknya dan kemudian kutekan. Akhirnya, ... ssleseeep.. bleeessss! Tubuh ibu mertuaku menggerinjal saat batang penisku menerobos masuk di lubang memeknya. Ia memekik tertahan dan dicubitnya pantatku. "Ih.. jangan kenceng-kenceng nusuknya. Kontol kamu kegedean tahu...," kata ibu mertuaku tapi tidak dalam nada marah. Seneng juga dipuji ibu bahwa ukuran penisku cukup gede. "Sama punya Barnas gede mana Bu?" Ibu rupanya kurang suka nama itu disebut. Ia agak merengut. "Membayangkan ibu disetubuhi Barnas saya cemburu Bu. Makanya saya pengin tahu," ujarku berbisik di telinganya. "Ibu tidak akan mengulang lagi Win. Ibu janji. Punya dia kalah jauh dibanding kontolmu. Memek ibu kayak nggak muat dimasuki kontolmu. Ah.. marem banget," jawabnya melegakan. Kembali ibu mendesah dan merintih ketika mulai kukocok lubang nikmatnya dengan penisku. Awalnya terdengar lirih. Namun semakin lama, saat ayunan dan hunjaman kontolku makin laju, kembali ia menjadi tak terkendali. Ia bukan hanya merintih tetapi mengerang-erang. Kata-kata joroknya juga ikut berhamburan. "Ah..sshh...aaahh terus Win.. ya.. ya terus coblos memek ibu. Ah..aaahhh... sshhh enak banget kontolmu Win. Gede dan mantep banget.... aahhhh ....aaaooooohhhh.....ssshhhh," Celoteh dan erangannya membuatku makin bernafsu. Apalagi ketika ibu mulai mengimbangi dengan goyangan pinggulnya dan membuat batang kontolku serasa diremas-remas di lubang memeknya. Ternyata memeknya masih sangat legit meski terasa sudah longgar dan kendur. Erangan ibu makin keras dan tak terkendali, tapi aku tak peduli. "Memek ibu juga enak banget. Saya suka ngentot sama ibu. Sshhh.... aaahh.. yaa terus goyang bu... aahh.. ya. ya buu....aahsshhh," Berkali-kali hunjaman kontolku kusentakkan di lubang memek ibu mertuaku. Ia jadi membeliak-beliak dan suara erangannya makin kencang. Goyangan pinggulnya juga terus berusaha mengimbangi kocokan kontolku di liang sanggamanya. Benar-benar nikmat dan pandai mengimbangi lawan mainnya. Bahkan, ini kelebihan lain yang tidak kutemukan pada diri Marni, memek ibu yang tadinya terasa longgar otot-otot yang ada di dalamnya kini seakan hidup. Ikut bergerak dan menghisap. Ini mungkin yang dinamakan memek empot ayam. Aku jadi ikut kesetanan. Sambil terus menyodok-nyodokkan kontolku di lubang vaginanya, pentil tetek kuhisap sekuatnya. Ibu mengerang sejadi-jadinya. Saat itulah kedua kakinya melingkar ke pinggangku, membelit dan menekannya kuat-kuat. Rupanya ia hendak mendapatkan puncak kenikmatannya. Makanya kusumbat mulut ibu dengan mulutku. Lidahnya kukulum dan kuhisap-hisap. Akhirnya, setelah kontolku serasa diperah cukup kencang, pertanahanku ikut jebol. Air maniku menyemprot cukup banyak di liang sanggamanya bercampur dengan cairan vaginanya yang juga membanjir. Tubuhku ambruk dan terkapar di sisi wanita yang selama ini kuhormati sebagai ibu mertua. Entah berapa lama aku tertidur. Namun saat bangun, ibu mertuaku sudah tidak ada di ranjang tempat tidurku. Rupanya ia sedang berada di daput membuatkan teh panas untukku setelah membersihkan diri di kamar mandi. Seulas senyum memancar di wajahnya saat kami saling tatap sebelum aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Celana Dalam Budhe Murni Part 2


http://www.cytotectablets.com/

Cerita Dewasa |Berikutnya tanganku meraih blus tanpa lengan itu. Kucari lubang lengannya yang sempit. Kuamati. Kulihat ada noda peta di sekitar pinggiran lubang lengannya. Aku yakin itu keringat Bude Murni. Pelan kudekatkan ke hidung dan kuciumi tepian lengan blus itu. Ini bau asem keringat Bude Murni. Hasrat birahiku melonjak naik. Jari-jari tanganku semakin sering memijat-pijat penis kecilku. Enak banget rasanya.. Aku terbang di awang nikmat birahi. Hidungku kembali nyungsep ke ketiaknya Bude Murni. Aku merem setengah melek. Oochh.. Bude Murnii.. Bude Murni.. Ijinkan aku menjilati ketiakmu Budee.. Berikutnya aku mendekatkan hidungku ke arah gantungan. Kuendus kutang dan celana dalam Bude Murni. Aku rasakan lintasan aroma keringatnya yang asem dan kencingnya yang pesing itu. Pasti asem keringat itu nempel pada kutangnya. Mungkin buah dada Bude Murni berkeringatan saat kegerahan. Keringatnya itu pasti terserap kain kutangnya dan tertinggal di sana. Dan bau pesingnya pasti dari celana dalamnya yang nampak lusuh sesudah di pakainya. Mungkin saat kencing ada serpihannya yang terciprat ke celana dalamnya. Warna ke-kuning-kuningan yang pekat pada bagian arah bawah celana dalam itu menunjukkan air kencing yang kering itu yang mungkin tercampur dengan keringatnya pula. Aku membayangkan betapa nikmat apabila kencing dan keringat dari selangkangan atau vagina Bude Murni bisa kujilati atau larutkan dalam ludahku agar aku bisa menelannya. Membayangkan itu semua membuat elusan tangan pada penisku berubah menjadi kocokkan. Dan kocokkan itu kuselingi dengan pijatan pada urat-uratnya. Rasanya tak pernah puas mengendusi kutang dan celana dalam Bude Murni itu. Kini saatnya mulutku melumati apa yang kurang dari 30 menit yang lalu masih nempel di tubuh Bude Murni ini. Aku mengunyah-kunyah bagian celana dalamnya yang nampak bernoda kuning pekat. Saat telah membasah, kencing dan keringat yang larut bersama ludahku itu kuserap dan kusedoti untuk mengaliri tenggorokanku. Penisku semakin kaku mengiringi lumatan mulutku. Kemudian kukunyah pula tepian lubang lengan blusnya. Rasa asin dan asem dari ketiak Bude Murni yang larut dalam ludahku kutelan pula. Dduhh.. Duhh.., tanganku semaki cepat mengocok-ocok penisku. Nafsu birahiku telah mendesak naik ke ubun-ubunku. Aku ingin secepatnya memperoleh orgasmeku. Aku membayangkan nikmat saat air maniku nyemprot ke dinding kamar mandi seperti kemarin. Mungkin kali ini aku agak tegang kurang santai. Sesudah ngocok penis sekian lama orgasme dan ejakulasiku belum juga hadir. Sedangkan khayalan seksualku sudah melayang ke mana-mana. Ke ketiak kanan dan kiri Bude Murni. Bahkan kemudian aku pindahkan ke ketiaknya Shirley. Kuteruskan lebih kebawah lagi, bibirku menciumi sambil lidahku melata dan merambah paha dan selangakangan Bude Murni. Kemudian pindah pula ke Shirley. Belum juga. Tapi akhirnya datang juga. Saat khayalanku membayangkan Bude Murni mengencingi mulutku, tak tertahan lagi, air maniku langsung muncrat berlimpah-limpah berhamburan. Aku mendesah dan merintih tertahan menerima nikmat luar biasa itu. Jakunku bergerak-gerak seolah-olah benar-benar menelan air kencing Bude Murni yang hangat itu. Kunyahan dan sedotanku pada celana dalam dan lubang ketiak blus Bude Murni tak pernah kuhentikan. Aku tak menghitung lagi kemungkinan kain-kain eksotik dan erotis yang lembut itu tercabik-cabik oleh gigiku. Seno mengetok-ketok pintu. Minta aku cepetan, dia kebelet untuk buang air. Ah, nih teman.. Secepatnya aku menyelesaikan mandiku.
Hari itu kami seharian mancing di kali. Saat pulang kantongku penuh buah apel yang ranum. Ternyata apel yang langsung dipetik dari pohon rasanya sungguh lezat dan segar. Bude Murni menggoreng ikan hasil pancingan kami. Malam itu kami tidur sangat lelap. Pagi berikutnya adalah hari ke. 2 kami nginap di rumah Pakde Darmo. Aku bangun dengan penuh ngaceng dan penuh harap. Aku berharap untuk bisa mengulangi kenikmatan orgasme dan ejakulasi macam kemarin. Seluruh obyek dan sasaranku ada dalam kamar mandi itu. Tokoh sentralnya tetap Bude Murni yang cantiknya mengingatkanku pada Shirley Margaretha. Seperti kemarin, pagi ini kulihat Bude Murni sibuk meladeni suaminya bersiap ke kantornya. Wanita yang sangat cantik saat bangun tidur itu mempertontonkan bahunya yang aduhai dengan memakai blus lembut tanpa lengan macam yang dia pakai kemarin. Kecuali warnanya yang pagi ini ke kuning dan merah-an penuh motif kembang-kembang. Dan seperti kemarin pula, Bude Murni menyuruh kami cuci muka dulu kemudian sarapan. Dia akan mandi duluan karena kota Malang yang bagi kami cukup dingin ini bagi beliau membuat sangat kegerahan. Mungkin karena sudah sehari-harinya sebagai orang Malang. Dan sekali lagi seperti kemarin, aku telah siap dengan handukku sambil membaca apa saja yang terserak di meja menunggu Bude Murni keluar dari kamar mandinya. Pagi ini mandiku sungguh-sungguh sukses. Disamping aku mendapatkan celana dalam dan blus lusuh bekas pakainya Bude Murni, dia juga gantungkan kutangnya. Tentu saja kutang Bude ini lebih melengkapi dan menunjang dalam melancarkan khayalan seronokku. Pagi itu aku seakan menciumi tubuh Bude yang telanjang bulat. Aku sudah atur, khayalanku akan merangkaki tubuh Bude mulai dari bagian atas hingga bagian bawah tubuh cantiknya. Saat aku menciumi dan melumat-lumat lubang lengan blusnya, khayalanku terbang mengantarkan hidung, lidah dan bibirku untuk menjilati ketiaknya. Dan saat aku mulai melumat kutangnya, aku merambah buah dada dan pentil-pentilnya, Dan saat aku melumat-lumat celana dalamnya, lidahku menjilati paha, selangkangan dan vaginanya. Nafsu birahiku terbakar menggelora. Aku kini menunggu Bude Murni kencing di mulutku macam kemarin pula. Dan khayalanku untuk hal macam itu tak pernah menemui hambatan. "Wan.., kamu minum ya kencing Bude.., ayoo, minum Wan.. Buka mulutmu.." demikian khayalan rintihan dan desah Bude Murni. Aku juga membayangkan betapa tangan-tangan Bude dengan erat memegangi kepalaku agar air kencingnya bisa tepat masuk ke mulutku. Pagi itu aku sempat mengulangi lintas khayalanku hingga aku bisa meraih 2 kali orgasme dan ejakulasi. Aku puas banget. Pada saat muncrat yang terakhir, aku disergap nikmat syahwat tak terhingga. Tubuhku jatuh nge-gelesot ke lantai. Air maniku muncrat dari penis kecilku dengan tubuhku yang telentang di lantai dan menggeliat-geliat menahan gelinjang. Air sejuk Malang dengan cepat bisa mengembalikan tenagaku. Selesai mandi badanku sangat segar. Aku mengajak Seno kembali menyusuri kali mencari ikan. Kami bikin tambak kemudian mengurasnya. Ratusan ikan-ikan uceng dan wader dapat kami tangkap. Bude Murni menggorengkan ikan itu untuk lauk makan siang kami. Aku kesengsem dengan tampilannya yang sangat seksi di siang hari ini. Bu Murni memakai kaos tipis berlambang salah satu partai pemenang Pemilu 2004. Kaos itu berwarna merah yang ketat. Tepat pada arah dadanya nampak tanda putih. Iklan partai itu menghimbau masyarakat untuk menusuk pada tanda putihnya itu. Aku membayangkan seandainya boleh menusuk di tanda itu sekarang, artinya aku mesti mendesak-desakkan penis kecilku ke celah dua bukit indah milik Bude Murni yang kukagumi ini. Untuk bawahannya Bude Murni memakai celana pendek 'hot pants'. Aku yakin beliaunya menganggap kami ini hanyalah anak-anak kecil. Oleh karenanya beliau tidak perlu canggung dengan pakaiannya yang ternyata sangat merangsang naluri birahiku. Edaann..!! Aku nggak sabar menunggu saat mandi. Sambil menunggu gorengan ikan mateng, aku ke kamar mandi. Aku bilang pada Seno perutku mules. Ternyata segala pakaian kotor tak nampak lagi di gantungannya. Bude Murni telah mencucinya. Aku agak kecewa. Kuamati di seputar kamar mandi. Tak ada yang bisa membantuku. Kuperhatikan sabun, odol, sikat gigi, busa untuk menggosok kaki. Ah, sama saja. Tetapi karena perasaanku demikian kebelet, kubuka saja celanaku. Aku mulai saja mengelusi penis kecilku sambil mataku setengah merem. Untung ada daya khayal yang membantu aku. Tiba-tiba saja hidungku telah nyungsep di ketiak Bude Murni yang basah oleh keringatnya. Lidahku menjilat dan mengecapi keringat asin ketiaknya itu. Bibirku melata merambah dadanya. Entah kemana kaos oblong bergambar partai tadi. Yang ada kini adalah gundukkan ranum buah dada Bude Murni. Dd.. Duuhh.. Wangii.. Banget.. Tanganku dengan terampil mengocok-ocok penis kecilku. Belum sampai ke menit ke 5 aku sudah merasakan air maniku akan tumpah. Dengan penuh nafsu bibir dan lidahku menyapu bukit dan lembah-lembah dari dada melintasi perut dengan pusernya menuju ke selangkangan Bude Murni.
video bokep
Saat kutemukan bukit indah yang menggumuk, yaitu vaginanya, aku tak tahan untuk membiarkannya. Lidahku mencoba menembusi gumuk itu. Aku rasakan banget bagaimana jepitan bibir kemaluannya menghalangi tusukkan lidahku. Aku juga merasakan ada lengket-lengket di ujung lidahku. Aku juga mengendus-endus dan menjilati selangkangannya. Air maniku muncrat saat Bude Ambar mengencingi mulutku. Kenapa aku semakin pengin dan terobsesi air kencingnya ya? Ah, masa bodo, pokoknya aku sangat terangsang kalau mikir air kencing Bude Murni. Dan dengan cara itu orgasmeku cepat hadir yang disertai tumpahnya air maniku yang berlimpah. Aku agak terhuyung saat keluar kamar mandi. Bude Murni sempat nampak cemas meilhat keadaanku. Tetapi itu hanya sesaat. Bukankah aku tak apa-apa. Kami makan siang dengan sangat nikmat. Bude Murni membuatkan lalap dan sambal. Ikan uceng dan wadernya sungguh menjadi santapan yang tak ada bandingnya. Aku masih penasaran, kenapa tak bisa kudapatkan celana dalam atau baju yang lain dari bekas pakai Bude Murni saat di kamar mandi tadi. Mungkinkah nanti sore atau yang pasti besok pagi bisa kudapatkan apabila beliau selesai mandi sore? Yaa.. Aku belajar sabar. Malam itu aku nonton TV sampai tertidur. Besok pulang. Jam berapa Sen, besok? Seno bilang besok Pakde dan Bude akan nganter kami sampai terminal bus. Kami akan berangkat jam 8 pagi dari rumah. Waahh.. Jangan-jangan kami aku nggak sempat menikmati kembali celana dalam Bude Ambar nih. Kok pagi, sih?! Kok Pakde pake ikut nganter sih?! Emangnya Pakde nggak kerja? Wah, kacau nih, batinku kesal. Besoknya, jam 5 pagi aku sudah terbangun. Aku tidak langsung mandi. Aku pikir toh nggak ada gunanya mandi pagi-pagi. Paling-paling Bude Ambar juga belum mandi. Dengan alasan nyari udara pagi yang sehat aku ajak Seno keluar rumah dan jogging di kebon apel belakang rumah. Kulihat Bude Murni sudah sibuk di dapur. Tentu dia sedang nyediain sarapan buat kami yang akan pulang. Lewat jam 6 pagi kami balik ke rumah. Kulihat Bude Murni sudah dandan rapi. Waahh.., kalau begitu sudah mandi dong?! Aku buru-buru lari kekamarku untuk mengambil handukku. Aku sungguh penasaran dan kehilangan kesabaran. Rasanya bukan pagi yang baik nih. Dengan banyak kehilangan keyakinan diri aku langsung masuk ke kamar mandi. Semerbak dan hangatnya bau sabun dan tubuh Bude Anisa langsung menyergap hidungku. Mataku jelalatan dan.. Hahh.. Sungguh sebuah kejutan.. Rasanya kamar mandi ini menjadi demikian indahnya. Lihatlah apa yang ada di gantungannya. Semua impianku menjadi kenyataan. Ini pesta besar yang kudapat di Malang. Gantungan baju itu penuh dengan pakaian kotor milik Bude Murni yang bekas dipakainya. Kulihat kutangnya yang nge-gelantung, celana dalamnya yang nampak lusuh setelah dipakai sejak semalaman. Blus lembut berlengan pendek yang lusuh pula. Short pants yang sangat lecek sesudah dipakai tidur dan kena keringat bokongnya saat sibuk di dapur tadi. Aku langsung menelanjangi diriku. Tangan-tangan terampilku mulai mengelusi penis kecilku. Terkadang juga kuselingi dengan remasan atau pijatan. Birahiku terdongkrak tinggi dengan apapun yang kini nampak tergantung di depan mataku. Celana dalam, kutang, blus lembut atau short pants punya Bude Murni yang bekas dipakainya itu telah menerbangkan aku ke awang-awang nikmat birahiku. Setiap detail pakaian kumal Bude Murni itu melemparkan aku ke lembah syahwatku dan mengajak hidung, bibir dan lidahku berkelana menjelajahi tubuh Bude Murni. Aku kembali melumati noda-noda keringat atau serpihan kencing pada pakaian kotor Bude Murni itu. Aku memasuki jerat nikmat yang tak bertara. Hingga dengan penuh histeris aku mengerang dan mendesah tertahan. Aku kembali berguling ke lantai. Tubuhku bergetar hebat mengikuti gelinjangku. Aku mengocok penis kecilku dengan cepat. Makin cepat.. Cepat.. Cepat.. OowWCchh.. Air maniku tumpah. Berkali-kali penisku berkedut keras menembakkan cairan-cairan kentalku hingga membasahi dan meleleh di kamar mandi Bude Murni ini. Aku tersungkur. Kudengar Pakde Darmo memanaskan mobilnya. Seno menggedor pintu kamar mandi. Aku bilang tunggu, aku lagi buang air, perutku agak mules. Aku cepat segar apabila air menyiram tubuhku. Aku mandi sepuasku. Itulah sekilas kenikmatan yang kudapatkan selama liburanku. Pasti aku akan selalu mengenang dan mengulang nikmat macam itu. Dan kini, pada setiap liburan aku selalu berharap bisa pergi ke suatu tempat untuk kemungkinan mengalami peristiwa sejenis. Ketemu perempuan cantik macam Bude Murni dan menciumi celana dalam kotornya. Atau kutangnya, atau blusnya. TAMAT

Celana Dalam Budhe Murni

http://www.cytotectablets.com/
Saat liburan sekolah tahun lalu, Seno teman karibku di SMP 1XX di kota Surabaya mengajak aku ikut berlibur di rumah Pakde dan Budenya di kota Malang. Dia bilang tempat Pakde dan Budenya ada kebon apel yang luas dengan sungai kecil yang mengalir di tengahnya. Seno akan mengajakku mancing seharian di sana, dan kalau lapar boleh memetik apel sesukanya. Yaahh.., aku bayangkan betapa senangnya. Mancing seharian dan makan apel sesukanya. Kami sepakat akan tinggal 3 hari di rumah Pakde dan Budenya itu. Ayah dan ibuku tidak keberatan untuk memenuhi keinginanku. Beliau sudah sangat mengenal Seno. Bahkan orang tua Seno dan bapak ibuku sering saling kunjung mengunjungi apabila yang satu ada keperluan atau punya sesuatu hajat. Begitulah pada hari yang ditetapkan kami berangkat pagi dari Surabaya dan sekitar jam 3 sore kami sudah sampai di rumah Pakde dan Bude Seno di kota Malang yang sejuk itu. Pakde Darmo dan Bude Murni adalah nama Pakde dan Budenya Seno. Ternyata mereka berdua itu masih muda. Jauh lebih muda dari bapak ibunya Seno. Pakde Darmo adalah saudara sepupu ibunya Seno. Usianya sekitar 35 tahunan. Sekitar 5 tahun lebih muda dari ibunya Seno. Dan tentu saja Bude Murni lebih muda lagi. Mungkin sekitar 28 tahunan. Sudah lebih dari 5 tahun Pakde dan Bude Seno itu berumah tangga, tetapi hingga kini belum punya anak. Oleh karenanya mereka nampak gembira saat kami datang. Bude Murni orangnya cantik. Aku senang melihat wanita cantik seperti Budenya Seno ini. Walaupun masih dibilang ABG, aku sudah punya kesukaan melihat yang cantik-cantik. Bahkan kalau aku ingat-ingat sejak Taman Kanak-kanak aku sudah tahu anak-anak mana yang cantik. Atau dari ibu-ibu yang mengantarkan anaknya ibu mana yang paling cantik. Pada waktu itupun aku sudah bisa berfantasi. Aku suka membayangkan untuk mencium teteknya, atau pipinya atau bibirnya yang cantik-cantik itu. Tapi Bude Murni yang Budenya Seno ini benar-benar cantik. Kalau aku bandingkan, kecantikan Bude Murni tidak kalah dengan kecantikannya para bintang iklan atau sinetron. Tulang pipinya, merah bibirnya, anak rambutnya yang lembut pada belakang lehernya yang jenjang, duuhh.. Semuanya itu benar-benar menampilkan daya sensual dan kecantikan yang sempurna. Rasanya mirip dengan Shirley Margaretha atau yang biasa dipanggil Shirley itu. Tentu Bude Murni sedikit lebih tuaan. Kalau lagi bicara aku suka sekali memperhatikan gerak bibirnya yang tipis itu. Aku lantas membayangkan seandainya Bude Murni meludahi aku, ahh.. biarlah. Akan kujilati ludahnya dan kutelan. Bahkan aku bayangkan seandainya Bude Murni meludahnya langsung ke mulutku. Uuhh.. dengan segala kesukaanku, aku akan mengucapkan beribu-ribu terima kasih padanya. Penis kecilku ini jadi langsung ngaceng. Sesudah kami diterima dengan ramah oleh Pakde dan Budenya Seno, kemudian sedikit ngobrol sana-sini. Tentang sekolah, tentang cita-cita mau jadi apa kalau sudah gede nanti dan sebagainya, kami disuruh istirahat dulu atau kalau mau mandi, boleh. Silahkan. Aku pikir ngapain istirahat. Mendingan mandi saja, nanti ngobrol lagi dan melihati lagi cantiknya Bude Murni. Rasanya enak kalau penisku ngaceng terus saat mengkhayalkannya. Akhirnya Seno sepakat kalau aku mandi dulu. Sementara dia akan menunggu sambil sekedar tidur-tiduran. Kamar mandi Bude Murni tidak begitu luas. Di sana-sini nampak bergantungan baju atau celana kotor. Aku jadi sedikit kesulitan untuk menggantung handuk dan bajuku. Terpaksa aku geser-geser untuk mendaptkan gantungan. Pada saat itulah aku melihat ada celana dalam wanita. Tak salah lagi, pasti ini adalah celana dalam Bude Murni. Siapa lagi?! Perempuan di rumah ini kan hanya Bude Murni. Darahku tiba-tiba berdesir. Meyakini bahwa itu adalah celana dalam Bude Murni membuat nafsu birahiku bangkit. Kenapa celana dalam kumal ini jadi begitu nampak indah di mataku. Kudekatkan wajahku ke arahnya. Lihatlah, bukankah warna celana ini putih. Celana yang terbuat dari bahan yang lembut ini tadi siang atau mungkin tadi pagi atau kemarin sore telah dipakai oleh Bude Murni. Dan sekarang tidak begitu putih lagi. Pinggirannya nampak ke-kuning-kuningan, mungkin disebabkan keringat di selangkangan Bude. Kemudian kulihat bagian bawah yang bertepatan dengan vaginanya, warnanya semakin kuning yang pekat. Mungkin itu adalah sisa-sisa air kencing campur keringat Bude yang tertinggal.
Ah.. Darah birahiku kembali berdesir. Penis kecilku mulai tegang. Hidungku kepingin tahu bagaimana bau celana dalam orang secantik Bude Ambar yang mirip bintang sinetron Shirley ini. Dengan agak gemetar tanganku mendekatinya. Pelan dan hati-hati aku pungut celana dalam itu. Aku merasakan seakan ada stroomnya saat ujung jariku menyentuhnya. Darahku naik ke kepala membuat wajahku terasa sembab dan ubun-ubunku memanas. Dengan mempertemukan ibu jari dan jari telunjuk aku mengambil tepian celana dalam dengan cara menjepitnya. Rasanya aku tak ingin celana dalam Bude Murni ini ter-kontaminasi oleh tangan-tanganku. Kembali darahku berdesir. Mataku menatap tajam. Kusaksikan lebih dekat kain lembut yang beberapa waktu sebelumnya telah menutupi bagian milik Bude Murni yang paling rahasia. Tanpa ragu dengan jantungku yang berdegup-degup sambil setengah menutup mata kudekatkan celana Bude Murni itu ke hidungku. Aku segera menangkap baunya. Oohh.. Sepertinya aku dibawa melayang. Bau pesing kencing dan asem keringat selangkangan Bude Murni membuat aku serasa terbang. Aku terayun dan terlempar dalam awang nikmat surgawi. Bau pesing dan asem itu seketika menjadi wewangian memabukkan. Tak pernah kutemui wewangian senikmat ini. Ahh.. Kini aku merasakan betapa hasrat birahiku meledak dan terbakar menyala. Nafsu syahwatku menggelegak. Aku nanar dan menjadi liar. Khayalanku tak mampu kukendalikan. Dia terbang menuntunku menciumi selangkangan Bude Murni. Bibir dan lidahku melata di seluruh pori-porinya. Kurasakan seakan Bude Murni telah menantikan jilatan dan kecupan bibirku pada vagina dan selangkangannya. Dia mengangkangkan lebih lebar kedua pahanya yang putih bersih itu agar bibir dan lidahku lebih leluasa menjelajahinya. Jari tanganku dengan terburu-buru melepasi anak kancing celanaku. Kukeluarkan penis kecilku. Kini aku mulai mengelus-elus dan memijatinya. Kemudian mengocok-ocoknya. Dengan segenap jari-jari tanganku akhirnya celana dalam Bude Murni kugenggam erat. Kemudian dengan tanpa ragu serta penuh nafsu syahwat birahi kubekapkan celana dalam itu ke mukaku. Bagian bawahnya yang paling kuning pekat kumasukkan ke mulut. Aku melumat-lumatnya. Aku ingin kencing atau keringatnya yang kuning pekat itu larut dalam ludahku. Aku ingin mengecap-ecap dan mengisep-isepnya. Aku ingin merasai kencing dan keringat Bude Murni. Aku ingin menelannya. Kocokkan tangan pada penisku semakin kupercepat. Aku merasakan kenikmatan syahwat yang tak terhingga. Bayangan Bude Murni yang menggeliat-geliat sambil mendesah-desah karena kegatalan menerima kecupan dan jilatanku melipatkan hasrat birahiku. Bahkan dia merenggut kepalaku. Dia tarik wajahku dan ditenggelamkannya lebih dalam ke selangkangannya. Genggaman kocokkanku semakin kuperketat. Aku tahu air maniku terus mendesak ingin muncrat. Kurasakan asin pada lumatan di mulutku. Kencing dan keringat selangkangan Bude Murni telah larut dalam ludahku. Sepertinya tangan Bude Murni meremas-remas rambutku. Tubuhnya bergoyang. Pantatnya maju mundur menahan nikmat syahwatnya. Kudengar dia mendesah, merintih atau meracau, "Terus Wan. Enak Wan. Jilati terus vagina Bude Wan. Ayyoo.." Aaacchh.. Tanganku merasakan urat penis kecilku berkedut dan mengangguk-angguk. Air maniku muncrat menembaki dinding kamar mandi Bude Murni. Aku merapat ke pintu. Kenikmatan sperma yang merambati saraf-saraf di seputar penisku begitu terasa nikmatnya. Celana dalam Bude Ambar masih nyumpal di mulutku. Bagian yang di arah vaginanya telah kuyup oleh ludahku. Aku balik dari awang-awang setelah menjilat dan melumati selangkangan dan vaginanya Bude Murni. Kini khayalanku memerosotkan tubuhku. Aku jongkok sambil bersandar ke kloset. Dengan hati-hati celana dalam Bude Ambar kukembalikan ke gantungannya. Kutaruh kembali dan kutata-tata sesuai semula agar tidak menimbulkan kecurigaan Bude Murni. Sehabis mandi Seno mengajak aku keliling kebon apel yang berada di belakang rumahnya. Aku melihat sungai yang mengalir di dalamnya. Airnya sangat jernih. Nampak ikan-ikan kecil pada berseliweran. Tetapi saat aku mendekat dan mengamatinya yang nampak hanyalah celana dalam Bude Murni yang wangi air kencing dan keringatnya itu. Aku sama sekali kehilangan dorongan untuk makan apel atau mancing. Aku masih berada dalam jerat birahiku. Aku masih terseret dalam obsesi syahwatku pada celana dalam Bude Murni.
video bokep
Pagi harinya kami bangun kesiangan. Bude Murni sibuk meladeni suaminya yang hendak berangkat kerja. Dia juga telah membuatkan minuman dan sarapan untuk kami. "Mandinya entar, ya nak. Sekarang cuci muka saja dulu terus sarapan. Bude sudah kegerahan nih. Habis Pakde berangkat, biar Bude yang mandi dulu, ya", "Ya, Bude", sahut Seno. Kebeneran..!! Memang itu mauku, begitu sorak kata hatiku. Aku sendiri diam saja. Aku bergaya acuh. Hanya mataku yang mencuri pandang bagaimana bibir Bude membuka dan mengatup dengan indahnya saat bicara. Aku juga terpesona pada penampilan Bude yang belum mandi ini. Dari lehernya yang jenjang turun ke bahunya yang hhuhh.. Aku tak bisa mengucapkannya. Sangat aduhai. Dia hanya memakai blus lembut dan tipis tanpa lengan. Lubang lengan blusnya itu sangat pas hingga nge-jepit ketiaknya. Nampak sepintas olehku lipatan ketiaknya. Di tempat yang sama kusaksikan tepian blusnya basah oleh keringatnya. Aku langsung melayang. Benar kata orang, perempuan yang cantik akan tampak sangat cantik sebelum mandi. Rasanya hasrat birahiku menyergapku di pagi ini. Dan penis kecilku kembali ngaceng. "Ayo, Wan. Jangan ngelamun. Makanlah. Ambil itu telor mata sapinya. Pakai sambal? Suka pedes?", aku agak kaget. Bude Murni begitu perhatian dan menyayangi kami berdua. Kemudian kuperhatikan pula apa yang dipakai di bagian bawahnya. Dia tidak memakai rok. Rupanya pagi tadi bersama suaminya Bude Ambar melakukan jogging. Dia hanya memakai 'short pant' yang ketat dengan tubuhnya. Aku seakan ingin pingsan karena tak tahan melihat betapa seksinya tubuh Budenya Seno ini. Aku nggak mampu menyaksikan paha dan betisnya. Aku sampai heran pada diriku sendiri, kenapa paha dan betis Bude Murni itu begitu merangsang nafsuku. Khayalku terus membawa aku terbang melayang-layang. Aku ingin dia lekas pergi mandi. Aku ingin apa yang kini dipakainya, yang kini membungkus tubuhnya itu dia tinggalkan di gantungan kamar mandi. Aku ingin hidungku menghirupi apapun yang dia pakai ini. Aku ingin hidungku lebih banyak menyedoti bau tubuhnya Bude Murni. Aku menjadi sangat bergairah. Aku berusaha Seno tidak mendahuluiku. Aku ingin merasakan bau ketiak yang masih segar dari blus Bude Murni itu. Wwoowww.. Mudah-mudahan dia meninggalkan seluruh pembungkus tubuhnya yang membuat aku puyeng itu di gantungan kamar mandinya. Dengan berusaha keras untuk tenang, begitu selesai sarapan aku mengambil handuk dan siap untuk mandi. Sambil bergaya membaca majalah yang tercecer di meja, mataku tak lekang mengawasi pintu kamar mandi, menunggu Bude Murni selesai mandi. Kudengar suara air dari gayungnya. Kubayangkan betapa bahagianya air itu. Bisa menjelajahi lekuku lekuknya tubuh Bude Murni. Sesaat dia keluar dari kamar mandi aku segera meletakkan bacaanku, berdiri, menggeliat kecil sambil menguap dan bergegas untuk mandi. Segala hal tadi kulakukan untuk menghindarkan segala bentuk kecurigaan Seno atau Bude Murni pada tingkah polahku. Kamar mandi terasa hangat dan wangi bau sabun sesaat seseorang selesai mandi. Mataku jelalatan ke arah gantungan baju. Dan kudapatkan apa yang kuimpikan.. Pertama kusaksikan 'short pants'-nya ngegantung menindih blusnya. Kemudian disampingnya kutang lusuh bekas pakai. Nampak talinya menjuntai ke bawah. Dan di belakang kutangnya itu ada terlihat celana dalam Bude Murni. Wwoow.. Aku pesta, nih. Sepertinya aku sedang menyaksikan sebuah karya pop art-nya seniman Andy Wharol yang menggantungkan celana dan BH seronok dalam ruang pamer di New York Modern Art Museum. Hasrat seksualku demikian terpukau menyaksikan apa yang kuimpikan itu. Tapi kini aku berusaha lebih tenang. Kubuka dulu bajuku, celana pendekku dan celana dalamku. Aku telanjang. Aku tidak langsung meraih benda-benda perangsang nikmat syahwat milik Bude Murni itu. Aku akan memanjakan mataku untuk menikmatinya lebih dulu. Sambil pelan-pelan aku mengelusi penisku yang semakin tegang dan keras aku mengamati short pants itu. Beberapa menit yang lalu short pants ini berada di selangkangan dan pinggul Bude Murni dan membungkus milik Bude Murni yang paling indah. Nampak lipatan kain yang timbul karena tertekan pantatnya saat duduk. Ah, seakan aku sedang mengamati pantatnya dari jarak yang sangat dekat. Aku perhatikan tepian celananya. Pasti pahanya terus bergesekkan dengan tepian itu dan meninggalkan keringat di sana. Rasanya aku tidak ingin mengedipkan mataku. Dan ketika aku mengusapkan short pants pada arah pantatnya ke hidungku, aku serasa sedang mencium bokong Bude Murni. Duh, nikmatnyaa.. Pasti lebih nikmat dari sekedar mancing dan makan apel.

Hadiah Ulang Tahun Buat Istri

http://www.cytotectablets.com/

Hadiah Ulang Tahun Buat Istri
Iwan dan Desi adalah sepasang suami istri yang telah dikaruniai 2 orang anak. Iwan, 34 tahun, berperawakan tinggi dan ganteng. Desi, 31 tahun, tinggi badannya sedang saja, tapi buah dada 34B dan pinggulnya sangat menarik, sangat mengundang. Kehidupan rumah tangga mereka terbilang aman dan tenteram. Suatu malam, di tempat tidur, beberapa hari menjelang hari ulang tahun Desi yang ke 32, sambil memeluk Desi, Iwan menanyakan hadiah ulang tahun apa yang Desi mau. "Ada satu hal yang saya mau, Mas..." ujar Desi. "Tapi saya malu dan takut untuk mengatakannya..." ujar Desi lagi. "Apa itu, sayang?" tanya Iwan. "Mm.. Gini.. Tapi saya minta Mas jangan marah, ya? Ini hanya sekedar keinginan saya saja," ujar Desi. "Iya. Apakah itu?" tanya Iwan lagi. "Sejak kita pertama ketemu, saya menyukai Om Budi. Dia sangat baik dan pengertian terhadap saya. Kalau dulu waktu kita pacaran ada masalah, saya selalu curhat kepada dia. Dia selalu bisa mendinginkan hati saya. Itulah kenapa saya suka dia," papar Desi. "Lalu?" tanya Iwan. "Saya takut dan malu mengatakannya, Mas," ujar Desi sambil menunduk. "Ini adalah hadiah untuk ulang tahun kamu sayang. Apapun itu, katakanlah.. Mas akan berusaha untuk mengerti keinginan kamu itu," ujar Iwan. "Benarkah?" kata Desi. "Iya, sayang. Katakanlah..." ujar Iwan sambil tersenyum. "Begini Mas.. Bukannya saya tidak cinta kepada Mas lagi. Tapi entah kenapa beberapa bulan terakhir ini saya selalu teringat akan Om Budi. Ingat tentang segalanya. Sampai-sampai ada suatu keinginan aneh yang datang, Mas..." ujar Desi. "Oke. Lalu?" tanya Iwan. "Entahlah.. Saya sulit mengatakannya.. Tapi.. Begini.. Kalau boleh, saya mau hadiah ulang tahun yang sangat spesial dari Mas kali ini yaitu.. Mm.. Saya mau minta waktu kepada Mas untuk mengijinkan saya menghabiskan waktu semalam saja dengan Om Budi..." papar Desi sambil menatap mata Iwan. "Waktu semalam untuk apa, sayang?" tanya Iwan lagi. "Mm.. Saya ingin menumpahkan rasa kangen saya kepada Om Budi..." ujar Desi lalu menunduk. Iwan terdiam. Di dalam hatinya berkecamuk suatu perasaan yang sangat tidak menentu. "Ini hanya keinginan saya saja, Mas.. Kalau Mas tidak mengijinkan juga, saya tidak apa-apa kok Mas..." ujar Desi sambil tersenyum. "Apakah kamu benar-benar inginkan itu, sayang?" tanya Iwan memastikan. "Iya. Mas.. Kalau Mas tidak keberatan," ujar Desi. "Baiklah.. Mas kabulkan," ujar Iwan. "Boleh tahu kenapa Mas mengijinkan?" tanya Desi penasaran. "Saya ingin membahagiakan kamu. Walau terasa aneh, tapi saya akan berusaha mengabulkannya. Karena saya sayang kamu. Tapi cuma sekali saja kan, sayang?" tanya Iwan lagi. "Iya, Mas," ujar Desi sambil tersenyum. "Pokoknya begini, segala sesuatunya kamu yang harus urus sendiri. Saya tidak akan ikut campur. Saya hanya sebatas memberikan ijin saja buat kamu..." ujar Iwan. "Iya, Mas.. Terima kasih," ujar Desi sambil mencium bibir Iwan mesra. Iwan membalas ciuman Desi.. Tak lama merekapun langsung bersetubuh seperti biasanya. "Saya tidak bisa membayangkan kalau kamu disetubuhi orang lain, apalagi Om saya sendiri..." ujar Iwan sambil terus memompa kontolnya di memek Desi. "Saya mengerti, Mas.. Mmhh.. Ohh..." desah Desi. "Tapi saya ingin tahu juga bagaimana kamu kalau bersetubuh dengan pria lain..." ujar Iwan. "Nanti saya boleh lihat, tidak?" tanya Iwan. "Boleh saja, Mas.. Nanti saya tidak akan mengunci pintu..." ujar Desi sambil tersenyum.. Malam itu mereka bersetubuh sampai pagi.. Satu hari menjelang hari ulang tahunnya, Desi menelpon Om Budi untuk datang ke rumahnya dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-32. "Siapa saja yang diundang?" tanya Om Budi di telepon. "Hanya Om kok, sebagai tanda hormat kami kepada Om," ujar Desi penuh harap. "Baiklah Om akan datang bersama tante kamu," ujar Om Budi. "Mm, begini Om, karena hari ini adalah hari khusus, saya minta Om datang sendiri saja, ya.. Please..." ujar Desi. "Baiklah kalau itu mau kamu. Jam berapa Om harus datang?" tanya Om Budi. "Besok jam 7 malam Om. Hanya kita bertiga yang merayakan kok. Anak-anak sejak kemarin sudah liburan sekolah bersama neneknya di kampung..." ujar Desi. "Janji datang ya, Om," tanya Desi lagi. "Iya, iya..." ujar Om Budi. Besok malamnya, bertepatan dengan hari ulang tahun Desi, Om Budi datang ke rumah mereka. Om Budi adalah adik kandung dari ayahnya Iwan. Dalam umurnya yang 45 tahun, Om Budi masih kelihatan gagah dan berwibawa. "Selamat ulang tahun ya, Des..." ujar Om Budi sambil mencium kening Desi. "Nih, hadiah buat kamu," ujar Om Budi sambil menyerahkan kado. "Terima kasih, Om..." ujar Desi. Setelah makan malam, mereka bertiga lalu berbincang dan bersenda gurau sampai jam 10. Lalu dengan alasan sudah mengantuk, Iwan pamit untuk tidur karena besok harus kerja. Lalu Iwan naik ke loteng dan masuk kamarnya. Padahal sesampai di kamar, Iwan berusaha mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Om Budi. "Kok hanya Om yang diundang sih?" tanya Om Budi. "Kan ini hari spesial buat saya. Jadi saya minta Iwan untuk mengundang Om saja," ujar Desi sambil berpindah duduk ke samping Om Budi. "Memangnya kenapa?" tanya Om Budi. "Agar saya bisa curhat dengan Om tentunya," ujar Desi. "Mau curhat apa sih?" tanya Om Budi lagi. "Ini kan hari spesial saya, boleh tidak kalau saya minta sesuatu yang spesial dari Om?" tanya Desi. "Boleh saja," jawab Om Budi. "Mau minta apa?" tanya Om Budi menyambung. "Mm.. Boleh tidak saya minta cium sayang?" tanya Desi sambil tersenyum menatap mata Om Budi. "Ah, kamu ini ada-ada saja. Lagian si Iwan bisa ngamuk tuh..." ujar Om Budi. "Tidak apa-apa kok, Om.. Saya sudah minta ijin Mas Iwan kok," ujar Desi. "Lalu?" tanya Om Budi. "Mas Iwan sudah mengijinkan kok, makanya dia cepat tidur," ujar Desi lagi. Om Budi terdiam sambil menatap Desi. "Boleh kan Om minta cium sayang?" pinta Desi sambil tangannya meraih dan menggenggam tangan Om Budi. Om Budi tetap diam sambil terus menatap Desi. "Om tidak marah, kan?" tanya Desi sambil merapatkan tubuhnya ke Om Budi. "Tidak," jawab Om Budi. "Hanya saja Om merasa bingung harus bagaimana..." ujar Om Budi. "Kenapa Om?" tanya Desi sambil mulai berani mencium pipi Om Bud "Ya bingung.. Om sangat sayang sama kamu, tapi harus bagaimana menghadapi Iwan nanti?" jawab Om Budi. Desi tersenyum. Tanpa ragu Desi mulai mengecup bibir Om Budi. Om Budi tidak membalas. Desi makin berani. Desi langsung naik ke pangkuan Om Budi, lalu langsung melumat bibir Om Budi. Namanya juga laki-laki, walau bagaimana nafsu Om Budi terangsang juga akhirnya. Om Budi langsung membalas ciuman Desi dengan liar. Keduanya saling berpagutan bagai sepasang kekasih memadu asmara. Tangan Om Budi mulai meraba buah dada Desi dari luar gaun malamnya. Desi terpejam merasakan nikmatnya rabaan tangan Om Budi di buah dadanya. "Masukkin tangannya dong, Om..." pinta Desi sambil melepas beberapa kancing gaunnya. Tangan Om Budi langsung masuk ke BH Desi lalu meremas-remas buahdadanya sambil sesekali jarinya memainkan puting susunya. "Ohh.. Terus Omm.. Hh..." desah Desi sambil sesekali mencium bibir Om Budi. "Kita ke kamar yuk, Om?" ajak Desi sambil turun dari pangkuan Om Budi. Terlihat celana Om Budi menggembung besar tanda kontolnya sudah bangkit. Desi segera menarik tangan Om Budi ke kamar anaknya. "Tutup pintunya, Des..." bisik Om Budi. "Tidak usah, Om.. Biarkan saja. Saya suka kalau pintu terbuka. Lebih horny..." ujar Desi sambil melepas semua gaun malamnya. Setelah itu dibukanya semua kancing baju Om Budi, kemudian mebuka resleting celananya. Tampak olehnya celana dalam Om Budi menggembung besar.. Segera Desi melepas semua pakaian Om Budi. Dalam keadaan telanjang, Desi merangkul Om Budi. Mereka kembali berciuman sambil tangan mereka dengan sesuka hati meraba, meremas apapun yang mereka mau.. Tangan Desi sambil berciuman terus memegang, meremas, dan mengocok kontol Om Budi yang sudah tegang keras. "Ohh.. Enak, Des.. Teruss..." bisik Om Budi sambil menggerakkan pinggulnya seiring kocokan tangan Desi pada kontolnya. "Mau yang lebih enak lagi, Om?" tanya Desi sambil tersenyum lalu segera berjongkok. Tak lama kontol Om Budi sudah dikulumnya, dijilat, dihisap sambil terus agak dikocok.. "Ohh..." desah Om Budi sambil agak mengeluarmasukkan kontolnya di mulut Desi. Setelah beberapa lama.. "Jilati memek Desi dong, Om," pinta Desi berbisik. Om Budi mengangguk. Segera Desi naik ke ranjang lalu membuka lebar pahanya. Terlihat memeknya sangat merangsang dengan sedikit bulu.. Om budi langsung menjilat dan melumat memek Desi, terutama kelentitnya yang membuat Desi hampir menjerit menahan nikmat. "Ohh.. Mmhh.. Sshh.. Omm.. Enakk.. Teruss..." desah Desi sambil menggoyangkan pinggulnya. Tak lama kemudian tubuh Desi mengejang, lalu memegang kepala Om Budi erat dan menekankannya ke memeknya. "Mmffhh.. Ohh.. Sangat enak Omm..." desah Desi. Om Budi lalu manaiki tubuh Desi lalu mencium bibirnya. Desi membalas ciuman Om Budi walau mulut Om Budi masih basah oleh air memek. "Enak, Des?" tanya Om Budi sambil tersenyum. "Iya, Om," ujar Desi sambil membalas senyum. Om Budi metapa mata Desi sambil berusaha mengarahkan kontol tegangnya ke memek Desi. Desi lalu memegang kontol Om Budi dan mengarahkannya ke lubang memeknya. Tak lama.. Bless.. Kontol Om Budi mulai keluar masuk memek Desi. Dengan ritme yang teratur Om Budi terus menyetubuhi Desi. "Ohh.. Omm.. Enakk..." desah Desi. "Terus setubuhi Desi, Omm..." desah Desi lagi. Om Budi terus memompa kontolnya ke memek Desi. Selang beberapa belas menit, Desi menggoyangkan pinggulnya dengan cepat, lalu kamudian pahanya menjepit pingguk Om Budi dengan erat. Tak lama.. Desi terkulai lemas. Desi mendapatkan orgasmenya yang kedua. Sementara Om Budi terus memompa kontolnya. Selang beberapa menit, Om Burhan mempercepat gerakannya. Kemudian.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Air mani Om Budi menyembur di dalam memek Desi. Keduanya lalu terkulai lemas saling berpelukan tanpa busana. Sementara Iwan sejak mereka masuk kamar, langsung turun dan menyaksikan persetubuhan istri dengan Om-nya sendiri dari seberang ruangan. Badannya bergetar. Bukan bergetar karena marah, tapi bergetar karena menahan suatu rangsangan yang timbul selama menyaksikan persetubuhan istrinya dengan lelaki lain. Iwan beronani sambil menyaksikan istrinya digumuli Om Budi. Waktu itu Iwan mencapai orgasme.. Setelah melihat istrinya selesai disetubuhi Om Budi dan tergolek lemas di ranjang, Iwan segera naik lagi ke loteng. Di kamarnya, Iwan tak henti membayangkan sensasi rangsangan waktu melihat Desi bersetubuh dengan Om Budi. "Terima kasih ya, Om..." ujar Desi sambil mencium bibir Om Budi. "Ini adalah hadiah ulang tahun terindah buat saya," ujarnya lagi sambil bangkit dan kembali memakai gaunnya tanpa BH dan celana dalam. Om Budi juga segera memakai semua pakaiannya. "Om pulang yan, Des," kata Om Budi sambil memeluk dan mencium bibir Desi. "Salamkan pada si Iwan ya..." ujarnya sambil meninggalkan Desi. E N D

Citra, Sepupu Yang Sedang Hamil

obat aborsi ampuh

Cerita Panas Terbaru 2014: Citra, Sepupuku Yang Sedang Hamil | Nama sepupu gue ini adalah citra dan suaminya Budi. gue memanggil spupu gue itu dengan sebutan mbak citra karena dia lebih tua dari gue. dia adalah pengantin baru dan tengah hamil. gue berangkat ke kota S pada hari sabtu dan langsung menuju rumah mbak citra. sampai dirumahnya gue langsung disambut dengan baik. “lama ya gak jumpa” ucap gue. “ya, terakhir kali kita ketemu 1 tahun lalu”. “waahh… sudah hamil mbak?” tanya gue ke dia. “iya nih, udah jalan 5 bulan” jawab dia. “tambah seksi aja mbak” canda gue. “hehe.. bisa aja kamu ini”.. “ngomong-ngomong mas budi kemana? kok sepi amat”, tanya gue. “oh.. dia lagi kerja, ntar lagi pulang” jawab dia. “oh ya.. kamar kamu di belakang ya” tambahnya. “oke.. aku langsung kekamar ya”.. sampai dikamar, gue langsung tiduran, tiba-tiba setan menghampiri pikiran gue. gue langsung menghayal mbak citra tadi yang lagi hamil, “seksi dan montok banget.. gimana ya rasanya kalau gue entotin dia? pasti mantap” ucap gue dalam hati. Cerita Panas: Citra, Sepupuku Yang Sedang Hamil | tak terasa gue ketiduran dan tiba-tiba gue dibangunin oleh mas budi untuk makan malam, kamipun langsung makan malam bertiga. selesai makan gue pamit untuk melanjutkan tidur, karena masih ngantuk habir perjalanan tadi siang. gue langsung kekamar untuk tidur. tengah malam gue terbangun karena kebelet ke kamar mandi. setelah selesai dari kamar mandi, gue mendengar suara wanita yang sedang mendesah seperti sedang ML. gue cari sumber suara tadi dan ternyata suara itu bersal dari kamar mbka citra dan mas budi. gue langsung lihat apa yang sedang terjadi didalam kamar, gue lihat dari atas pintu yang ada celah kecil sambil berdiri diatas kursi. dan ternyata yang gue lihat adalah mbak citra yang sedang telanjang bulat sedang nungging dan mas budi yang sama-sama telanjang sedang entotin mbak citra dari belakang. pemandangan yang sangat indah. gue tontonin mereka berdua yang sedang bersenggama sampai tak terasa jika gue sedang nonton mereka selama 1 jam sambil berdiri. setelah selesai gue langsung ke kamar mandi lagi untuk onani karena seudah tidak tahan lagi dengan yang gue lihat barusan. setelah hasrat gue tersalurkan gue langsung tidur kembali. pagi harinya gue lihat mas budi lagi bersiap-siap kerja. tiba-tiba mas budi berkata “di.. titip mbak citranya ya, mas mau keluar kota ada tugas kerja selama 2 minggu” . “oke mas” ucap gue. setelah mas budi pergi, gue pun pergi untuk magang didaerah itu. gue pulang sore sampai dirumah gue ketuk pintu karena pintunya terkunci, lama sekali mbak citra membuka pintunya. setelah 10 menit mbak citra membuka pintu dengan hanya memakai handuk yang melilit tubuh seksinya itu. hal itu membuat gue jadi bengong melihat tubuhya. “heh.. liat apa? seksi kan?” tanya mbak citra mengagetkan gue “hehe… iya mbak, seksi banget” jawab gue… sampai di kamar gue masih membayangkan mbak citra yang memai\kai handuk tadi, gue langsung membuka laptop dan gue tonton film porno yang memenuhi laptop gue. gue tonton sambil onani dikamar dan membayangkan gue lagi ngentoto dengan mbak citra. malam harinya gue makan malam bersama mbak citra, setelah makan gue langsung ke kamar lagi. pada jam 9 gue keluar kamar dan gue pun terkejut banget dengan apa yang gue lihat sekarang. mbak citra lagi telanjang sambil nonton film porno diruang tamu sambil meremas-remas toketnya dan meraba-raba selangkangannya, tampaknya dia sangat menikmatinya sampai-sampai dia tidak menyadari kalo gue sedang asik menonton apa yang dia lakukan. gue langsung hampiri dia dari belakang dan gue langsung meremas-remas toket gedenya dari belakang. dia terkejut karena ada yang meremas toketnya dari belakang “di.. apa yang kamu lakukan” tanya dia. “tenang mbak, aku akan memuaskan mbak malam ini” jawab gue sambil meremas toketnya. dan nampaknya dia setuju, karena dia menikmati apa yang gue lakukan. gue remas-remas toketnya dan gue pilin putingnya. “ahh…” desahnya. gue langsung pindah kesampingnya, gue langsung melumat toketnya seperti bai yang sedang menyusu. gue melumat toketnya sambil meraba-raba perut buncitnya, sampailah tangan gue keselangkangannya, gue raba-raba dan dia tampak sangat menikmatinya. gue pindah ke depannya sambil jongkok gue jilati memeknya, tercium bau khas memek wanita. gue masukkan lidah gue ke memeknya sambil gue remas toketnya. 5 menit gue diposisi itu dan diapun orgasme yang pertama. kami beristirahat sejenak mengumpulkan tenaga. setelah selesai istirahat dia yang gantian menjilati kontol gue, dia masukkan kontol gue ke mulutnya. rasanya seperti melayang diposisi itu. “pindah kekamar yuk mbak?” ucap gue.. “oke, tapi gendong ya?” jawab dia dengan manja. Gue langsung gendong dia menuju kamarnya. sampai dikamar gue tidurin dia dikasurnya. gue lumat bibirnya. kami saling melumat bibir. gue lepas lumatan gue dibibirnya dan gue tanya “Sudah siap mbak?” sambil menunjuk kontol gue. dan dia mengerti apa yang gue katakan “oke,, puasin mbak malam ini ya?” jawab dia. Gue langsung mengambil posisi, gue angkat kedua kakinya keatas dan gue langsung tancapkan kontol gue yang lumayan besar ke memeknya. blesss… langsung menancap semua diikuti erangan dia. langsung due entot dia dengan tempo lambat. perlahan gue tingkatkan tempo, semakin cepat gue entot memeknya sambil meremas kedua tokenya “aahhhh…… hmmmm… lebih cepat sayaaaaangg…” ucap dia… Gue langsung percepat genjotan gue, 5 menit kemudia dia orgasme yang kedua. gue cabut kontol gue, dan suruh mbak citra untuk nungging, karena gue ingin mencoba posisi kesukaan gue “doggy style”. dari belakang terlihat semua, pantatnya yang semok banget, anusnya, dan memeknya yang sudah memerah membuat gue bergairah lagi. gue langsung tancapkan kontol gue dari belakang. sambil gue remas toketnya, gue langsung genjot dengan tempo cepat. mbak citra sangat menikmati permainan ini. dia hanya mengeluarkan erangan-erangan kenimatan. 30 berlalu kami masih diposisi itu, tampaknya mbak citra sekarang kuat banget. beberapa menit kemudian dia berkata “sayang…. aa…a..aku mau nyampeeekk.. nih…” mendengar seperti itu langsung gue percepat lagi genjotan gue, dan tiba-tiba kontol gue serasa dijepit keras banget dan terasa hangat sekali, rupanya dia orgasme lagi yang ketiga. tapi gue masih belum orgasme sekalipun, gue tidak memikirkan mbak citra yang sudah lelah gue masih genjot dia dengan cepat, dan 5 menit kemudian “aahhh….” gue semburin sperma gue semua kedalam memeknya. merasa kelelahan kamipun tidur bersama dalam keadaan telanjang. pagi harinya gue terbangun dan mbak citra sudah tidak ada lagi, setelah ku cari ternyata dia sedang didapur menyiapkan sarapan pagi. gue menghampiri dia masih dalam keadaan telanjang bulat karena ku pikir hanya kami yang ada dirumah ini. dari belakang kulihat mbak citra hanya memakai daster tipis transparan dan tidak memakai apa-apa lagi. gue langsung peluk dia dari belakang, gue remas-remas toketnya, gue tempelin kontol gue yang sudah mengeras ke belahan pantatnya, terasa sekali karena dia tidak memakai celana dalam. dari belakang gue cium dia. gue angkat daster bawahnya, gue masukin kontol gue dari belakang. kamipun bercinta lagi didapur, gue genjot dia dari belakang dan dia sambil memasak. gue genjot selama 10 kamipun sampai klimaks bersamaan, gue semburin sprema gue ke memeknya lagi. setelah itu kami memutuskan untuk mandi bersama. didalam kamar mandi gue sabunin mbak citra gue sambil gue remas-remas toketnya. Setelah mandi kami sarapan bersama. masih dalam keadaan telanjang bulat kami sarapan. jam 8 gue berangkat untuk magang, sebelum berangkat kami saling cium. layaknya suami istri. kami melakukan percintaan ini hampir setiap hari selama 2 minggu. sebelum sarapan pagi, setelah pulang magang, malam hari kami terus melakukan percintaan ini. minimal kami melakukannya 2 kali sehari, entah itu diruang tamu, dapur, kamar mandi, kamar mbak citra, atau dikamar gue. kami melakukannya. sampai 2 minggu dan mas budi pulang dia tidak tahu apa yang sudah kami lakukan selama 2 minggu tanpa dirinya.kadang kami masih melakukannya ketika mas budi dirumah. kami melakukannya secara diam-diam. ketika mas budi kerja atau pada malam hari ketika mas budi terlelap tidur. pernah kami melakukannya setelah mas budi dan mbak citra selesai bercinta, karena mbak citra tidak puas dengan permainan mas budi, mbak citra diam-diam ke kamar gue dan membangunkan gue untuk bercinta lagi dengan gue. Gue dirumah mbak citra selama 3 bulan dan selama itu gue dan mbak citra hampir setiap hari bercinta. itu juga berguna untuk membantu kelancaran kelahiran bayinya nanti karena wanita yang melakukan senggama saat sedang hamil bisa membantu proses persalinannya nanti. setelah 3 bulan gue pamit pulang ke mereka berdua, tapi sebelum pulang gue minta hadiah perpisahan dari mbak citra untuk bercinta lagi dengan gue. untunglah mas budi kerja sampai malam hari ini jadi, kami bisa bercinta seharian, ketika lelah kami berhenti istirahat lalu melakukannya lagi sampai mas budi pulang malam harinya.